Senin, 16 Juni 2014

SINTESIS 1,3-bis-FENILMETILIDINUREA (IMINA)


LAPORAN TUGAS AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
SINTESIS 1,3-bis-FENILMETILIDINUREA
(IMINA)


Disusun oleh :
Reza Hasdianto N.     K 100130086
Leily Hardianti R.        K 100130121
Fauziyah Ardli O.        K 100130180
Rokhmatul Mala         K 100130197

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
IMINA
Abstrak (Abstact)
            Sintesis Imina dibuat dari reaksi adisi-eliminasi dengan katalis asam yaitu HCl 2 N. Pada praktikum ini senyawa benzaldehid berperan sebagai senyawa aldehid yang mengalami adisi tehadap amina primer ( Urea ). Sedangkan reaksi eliminasi terjadi pada gugus OH yang mengalami protonasi dan akhirnya lepas menjadi molekul air.  Pada langkah kerja dilakukan proses rekristalisasi untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi. Kemurnian yang tinggi dapat diketahui dari hasil perhitungan rendemen.
Synthesis of imines prepared from addition-elimination reaction with an acid catalyst is HCl 2 N. In this praktikum, the compound acts as an aldehyde compound benzaldehid experiencing tehadap primary amine adducts (Urea). While the elimination reaction occurs at the OH groups undergo protonation and eventually escape into water molecules. In work carried out step recrystallization process to obtain high purity. High purity can be seen from the calculation of the yield.

Pendahuluan (Introduction)
Sintesis imina merupakan sintesis yang melibatkan reaksi adisi eliminasi dengan katalis asam. Rreaksi adisi akan terjadi jika adanya dua reaktan yang beradisi secara bersamaan yang mampu menghasilkan satu produk tanpa adanya hasil samping. Sedangkan reaksi eliminasi merupakan reaksi kebalikan dari reaksi adisi. Prinsip yang digunakan pada reaksi adisi eliminasi yaitu nukleofilik yang menyerang gugus karbonil. Urea berperan sebagai nukleofilik.
            Tahapan mekanisme pada sintesis imina sebanyak dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap dimana imina mengalami reaksi adisi nukleofilik pada karbon karbonil positif parsial. Tahap yang kedua yaitu eliminasi dengan adanya protonasi gugus OH yang akhirnya akan lepas menjadi molekul air (H2O) dan pembentukan ikatan rangkap atau perpindahan proton dari atom nitrogen guna menghasilkan suatu senyawa imina.
            Sintesis imina dibuat dari suatu senyawa benzaldehid atau amina primer dengan urea dan HCL 2 N sebagai katalisnya. Reaksi ini akan berlangsung optimal pada kisaran pH 3-4 (asam lemah). Tingkat kemurnian suatu zat dapat diketahui dengan besarnya rendemen. Suatu zat dikatakan murni jika range untuk rendemennya yaitu 30-70%.
Cara Kerja (Method)
Benzaldehid sebanyak 5,1 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, lalu ditambahkan dengan urea sebanyak 1,5 gram yang telah dilarutkan dalam 5 mL akuades. Larutan urea ini bertindak sebagai starting material. Ditambahkan 3-4 tetes HCl 2 N atau sampai mencapai pH 3, tujuannya untuk mengoptimalkan reaksi, karena reaksi ini optimal pada suasana asam dengan pH 3-4. Campuran larutan tersebut diaduk selama 30 menit dengan penjagaan suhu 15°C hingga terbentuk endapan putih berbentuk gel atau pasta. Campuran yang telah diaduk selama 30 menit menggunakan pengaduk magnet, didiamkan selama 30 menit sampai terpisahkan antara endapan dengan pelarutnya. Kemudian disaring menggunakan dengan corong Buchner dengan bantuan pengisapan supaya endapan cepat kering. Endapan yang didapat, dikeringkan pada exicator selama 2-3 hari, ditimbang, dan dihitung titik leburnya. Titik lebur digunakan untuk mengetahui kemurnian zat tersebut.

Hasil dan Pembahasan (Result and Discussion)
Kelompok
Berat Zat Basah (gram)
Berat Zat Kering (gram)
Berat Teoritis (gram)
Titik Lebur Percobaan (0C)
Titik Lebur Teoritis        (0C)
Rendemen (%)
1.
 5,36
3,37
 5,907
1100 – 1240 C 
-
57,11
2.
 3,303
2,732 
 5,907
-
-
46,31 
3.
 2,158
1,946
 5,907
-
-
32,99 
4.
 6,5
3,5
 5,907
1110 – 1380 C 
-
63,43
5.
 2,1166
0,33
 5,907
1110 – 1460 C 
-
5,58
6.
 0,6541
0,2794 
 5,907
1600 – 1630 C 
-
4,75

Pada percobaan sintesis imina di kelas kami terdapat 6 kelompok yang melakukan percobaan. Akan tetapi, percobaan dilakukan pada minggu yang berbeda. Kelompok 4-6 melakukan percobaan pada minggu pertama sedangkan kelompok 1-3 melakukan percobaan ini pada minggu selanjutnya. Hasil yang didapatkan pada tiap kelompok berbeda-beda. Berat basah dan berat kering tertinggi yaitu pada kelompok 4, maka akan berpengaruh juga terhadap rendemennya. Rendemen juga akan tinggi, karena rendemen dipengaruhi oleh berat kering zat. Zat diketahui murni jika rendemen masuk dalam range 30-70%. Jika rendemen dibawah atau lebih dari range tersebut maka kemurnian dinyatakan rendah, masih banyak zat pengotornya. Untuk meningkatkan kemurnian, dapat dilakukan pelarutan lagi dan dilakukan pengristaln, supaya zat pengotor ikut terlarut dalam pelarutnya.
            Secara teoritis, titik lebur imina belum diketahui. Akan tetapi pada percobaan kami, ada beberapa kelompok yang menghitung titik lebur imina. Range yang didapatkan pada perhitungan titik lebur imina sangat besar. Kelompok 1, 4, dan 5, hampir memiliki range sama, sedangkan pada kelompok 6 memiliki kemiripan yang jauh berbeda. Zat pengotornya dikatakan tinggi dan kemurnian dikatakan rendah jika rentang titik lebur yang didapat besar dan diluar dari titik lebur teoritis. Berdasarkan data yang didapat dari masing masing kelompok, yang paling tinggi jumlah zat pengotornya berdasarkan titik leburnya yaitu kelompok 5, rentangnya mencapai 350 C. Kelompok yang paling tinggi kemurniannya berdasarkan rentang titik leburnya yaitu kelompok 6, rentangnya hanya mencapai 30 C.

Kesimpulan (Conclusion)
Sintesis Imina pada praktikum ini dibuat dari reaksi adisi-eliminasi dengan menggunakan senyawa benzaldehid dan amina primer ( urea ) dengan bantuan katalis asam yaitu HCl 2 N.

Daftar Pustaka (Reference)
Depkes, R.I. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.
Fessenden & fessenden. 1999. Chemistry. Wadsworth, Ins : California.
Sardjiman. 2011. Belajar Kimia Organik Metode Iqro. Pustaka Pelajar : Jakarta.


MAKALAH KIMIA FISIKA LARUTAN BUFFER ISOTONIS


MAKALAH KIMIA FISIKA
LARUTAN BUFFER ISOTONIS


logo-ums-small.png


Disusun oleh:

Nama     : Rokhmatul Mala
NIM        : K100130197
Kelas      : A


Fakultas Farmasi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN


Larutan penyangga atau larutan buffer merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari buffer ini seperti pH buffer hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam atau basa. Buffer yang bersifat asam memiliki pH kurang dari 7 sedangkan buffer basa memiliki pH lebih dari 7. Buffer yang bersifat asam biasanya terbuat dari asam lemah dan basa konjugatnya. Sedangkan buffer yang bersifat basa biasanya terbuat dari basa lemah dan asam konjugatnya.
Bila larutan penyangga berasal dari asam lemah dengan garamnya tercampur sedikit asam kuat, maka asam kuat akan bereaksi dengan garamnya sehingga asam kuat akan diubah menjadi garam (bersifat netral) dan asam lemah. Sifat asam kuatnya menjadi sangat kecil. Bila ditambah sedikit basa kuat maka basa kuat ini menjadi sangat kecil, karena bereaksi dengan asamnya. Bila ditambah sedikit asam, komponen buffer yang bersifat basa akan mengikat ion H+ sehingga jumlah ion H+ tidak bertambah dan pH tidak menurun. Bila ditambahkan sedikt basa, komponen buffer yang bersifat asam akan mengikat ion OH- sehingga jumlah ion OH- tidak bertambah dan pH tidak meningkat. Buffer umumnya memiliki kapasitas penyangga dengan rentang 1 nilai pH diatas dan dibawah pH normal buffer tersebut.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Larutan dapar (buffer solution) merupakan nama lain  dari penyangga (Purpasari, 2010). Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Secara umum, larutan buffer mengandung pasangan asam – basa konjugat atau terdiri dari campuran asam lemah dengan garam yang mengandung anion yang sama dengan asam lemahnya, atau basa lemah dengan garam yang mengandung kation yang sama dengan basa lemahnya. Oleh karena mengandung komponen asam dan basa tersebut, larutan buffer dapat bereaksi dengan asam (ion H+) maupun dengan basa (ion OH-) apa saja yang memasuki larutan. Oleh karena itu, penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa ke dalam larutan buffer tidak mengubah pH-nya. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. (Underwood, A.L., 2002 ).
Mekanisme sebagai pendapar dapat digambarkan oleh larutan dapar asam asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa), bila ditambahkan basa (OH-) maka reaksi yang terjadi adalah (Mirawati, 2011):
CH3COOH  +  OH-                CH3COO  +  H2O
Bila yang ditambahkan dalam larutan adalah asam (H+) maka reaksi yang terjadi adalah :
CH3COONa  +  H+                  CH3COOH  +  Na+
Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan dapar. Penambahan garam-garam netral ke dalam larutan dapar mengubah pH larutan dengan berubahnya kekuatan ion. Temperatur juga berpengaruh terhadap larutan-larutan dapar. Kolthff dan Takelenburg menyatakan istilah koefisien temperatur pH yaitu perubahan pH akibat pengaruh temperatur. pH dapar asetat dijumpai meningkat dengan naiknya temperatur sedang pH dapar asam borat-natrium borat turun (Martin, 1990).

Cara menghitung jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan bahan adalah dengan menggunakan persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut (Anonim, 2011) :
  1. Asam lemah dengan basa konjugasinya
  2. Basa lemah dengan basa konjugasinya (garamnya).
Untuk asam :
pH = pKa+log garam/ asam
Untuk basa :
pH= pKa+ log basa/garam

FUNGSI LARUTAN PENYANGGA DALAM BIDANG FARMASI

Buffer pada bidang farmasi banyak digunakan untuk menetralkan darah atau biasanya pada kasus keracunan. Dalam bidang farmasi (obat-obatan) banyak zat aktif yang harus berada dalam keadaan pH stabil. Perubahan pH akan menyebabkan khasiat zat aktif tersebut berkurang atau hilang sama sekali. Untuk obat suntik atau obat tetes mata, pH obat-obatan tersebut harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh. pH untuk obat tetes mata harus disesuaikan dengan pH air mata agar tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan rasa perih pada mata. Begitu juga obat suntik harus disesuaikan dengan pH darah agar tidak menimbulkan alkalosis atau asidosis pada darah.
Perubahan pH pada larutan obat dapat merusak komposisi, fungsi, dan efektivitas obattersebut. Oleh karena itu, obat-obatan dalam bentuk larutan sering kali bertindak sebagai sistem penyangga bagi obat itu sendiri untuk mempertahankan kadar larutan obat tetap berada dalam trayek pH tertentu.
Larutan Penyangga pada Obat-Obatan : asam asetilsalisilat merupakan komponen utama dari tablet aspirin, merupakan obat penghilang rasa nyeri. Adanya asam pada aspirin dapat menyebabkan perubahan pH pada perut. Perubahan pH ini mengakibakan pembentukan hormon, untuk merangsang penggumpalan darah, terhambat; sehingga pendarahan tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, pada aspirin ditambahkan MgO yang dapat mentransfer kelebihan asam.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan 
Larutan penyangga atau larutan buffer merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Buffer yang bersifat asam biasanya terbuat dari asam lemah dan basa konjugatnya. Sedangkan buffer yang bersifat basa biasanya terbuat dari basa lemah dan asam konjugatnya.



DAFTAR PUSTAKA


 Day, R.A & A.L.Underwood. 2002.  Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Erlangga. Jakarta.
Martin, A., dkk. 1990. Farmasi Fisika, Edisi III. UI Press : Jakarta
 Puspasari, D., dan Setyorini, D. 2010. Kamus Lengkap Kimia. Dwimedia Press : Jakarta

Piroxicam (Obat NSAID)


Komposisi: Tiap kapsul mengandung piroksikam 10 mg. Tiap kapsul mengandung piroksikam 20 mg.

Indikasi: Terapi simptomatik rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut.
Farmakologi
Piroxicam merupakan antiinflamasi non steroid yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas kerja piroxicam belum sepenuhnya diketahui, diperkirakan dengan menghambat biosintesa prostaglandin melalui penghambatan yang reversibel terhadap enzim siklooksigenase.
Pada pemberian oral, piroksikam diabsorbsi dengan baik, berikatan dengan protein plasma sebanyak 99%.  Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai 3 - 5 jam setelah pemberian dan waktu paruh lebih kurang 50 jam.
Metabolisme terjadi dalam hati dan diekskresi terutama melalui urin, 5% diantaranya dalam bentuk utuh dalam urin dan feses
Kontra Indikasi
·         Penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung atau pendarahan lambung.
·         Hipersensitif terhadap piroxicam
·         Penderita yang mengalami bronkospasma, polip hidung dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal atau obat-obatan antiinflamasi non steroid yang lain.
Dosis
Dewasa :
Rematoid artritis, osteoartritis dan ankylosing spodilitis
Dosis awal 20 mg sebagai dosis tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan dapat diberikan 10 mg – 30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih dari 20 mg sehari meningkatkan efek samping gastrointestinal.
·                     Gout akut
Dosis awal 40 mg sehari sebagai dosis tunggal, diikuti 4 – 6 hari berikutnya 40 mg sehari dosis tunggal atau terbagi.
·                     Gangguan muskuloskeletal akut
Dosis awal 40 mg sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari selama 7 – 14 hari.
Efek Samping
·                     Umumnya gangguan gastrointestinal seperti stomatitis, anoreksia, epigastric distress, mual, konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, kembung, diare, nyeri abdomen.
·                     Efek samping lain : edema, pusing, sakit kepala, ruam kulit, pruritus, somnolen, penurunan hemoglobin dan hematokrit.
Over Dosis
Ditanggulangi dengan tindakan suportif dan simtomatik. Pemberian arang aktif dapat mengurangi absorpsi dan reabsorpsi piroxicam sehingga mengurangi jumlah zat aktif yang ada.

Peringatan dan Perhatian
·                     Piroxicam menghambat biosintesis prostaglandin, sehingga dapat berpengaruh pada pembentukan platelet dan pasien pemakai piroxicam harus diawasi terutama jika pasien mempunyai kecenderungan terhadap kelainan pembekuan darah.
·                     Dapat mengakibatkan kerusakan liver, meningkatkan SGPT/SGOT hingga penyakit kuning.
·                     Hati-hati pemberian pada penderita gangguan pencernaan, jantung, hipertensi dan keadaan kecenderungan retensi air, ginjal dan hati.
·                     Tidak dianjurkan pemberian pada wanita hamil dan menyusui.

·                     Keamanan penggunaan pada anak-anak belum diketahui dengan pasti.
·                     Pada penderita yang mengalami gangguan penglihatan selama menggunakan piroxicam dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata.

Interaksi Obat
·                     Pemberian piroxicam bersama antikoagulan oral sulfonilurea atau hidantoin harus hati-hati dan dimonitor, karena piroxicam berikatan dengan protein plasma dan menggantikan kedudukan ikatan albumin dengan obat lain.
·                     Asetosal dan piroxicam tidak boleh diberikan bersama-sama.
·                     Pemberian bersama-sama dengan litium akan meningkatkan kadar litium dalam darah.
Penyimpanan:
Simpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, pada suhu 15-30 °C.